Subscribe:

Pages

Selasa, 29 April 2014

Michael Mayers

Michael Mayers-

Source: Spookypasta

***

Malam ini adalah malam yang ku tunggu, kalian tau mengapa?

Karena malam ini, aku akan mengerjai Teman sekaligus tetanggaku, Drew. Kami memiliki kebiasaan untuk melakukan percakapan menggunakan Video Call dari Laptop kami, karena saat itu terjadi, maka kejutan itu akan ku berikan kepada Drew. Aku sudah tidak sabar melihatnya menangis dan terkencing-kencing.

Ku persiapkan segalanya dalam kamarku, hingga.. seseorang mengetuk pintuku.
Ku buka perlahan, dan itu adalah Jefeline, aku segera menyuruhnya untuk masuk sebelum Drew melihatnya dari jendela kamarnya.

“Michael Mayers ya?? Aku pikir, kau akan mengenakan kostum Halloweenmu tahun lalu. Tapi aku suka. Lol” ku katakan itu pada teman yang akan membantuku. Jefeline yang mengenakan kostum Michael Mayers salah satu iconic dari sebuah Film Psycho terbaik.
Waktu bermain akhirnya tiba.

Aku mulai membuka percakapan lewat Video call kami, aku memancingnya untuk bercerita tentang hari ini, dan dia mengeluhkan tentang guru Olahraga barunya yang cerewet. Aku cukup terkekeh ketika dia meniru ciri khas bicara gurunya, karena bagiku itu lucu.
Selang beberapa lama, aku mulai bermain, ku matikan Video Call itu kemudian menyalakan lagi, itu terus ku ulangi hingga 3 kali.

“apakah semuanya baik saja China, sepertinya kau lupa membayar tagihan internetmu lol” ucapnya sembari tertawa.
Hingga, aku memberikanya tanda, ku pasang wajah gelisahku menatap Kamera, berpura-pura sedang memeriksa kesalahan pada jaringanya.
“entahlah, kau tahu bukan? Internet semakin lama memberikan efek buruk.” Ucapku.
Hingga, tiba-tiba Drew mulai berbicara dengan nada sedikit tersentak.

“HEi, apa kau bersama seseorang??”
“apa maksutmu, aku hanya sendirian di rumah.”
“entahlah, aku seperti melihat seseorang di almarimu.”
“ayolah Drew, ini bukan 1 April lol.”
“hei, aku tidak bercanda. Bila kau mau, periksalah almarimu”
“Drew, aku bukan gadis 6 tahun, disana tidak akan ada Sully yang menakut-nakuti seseorang hanya untuk mendapatkan jeritanku lol”
“kau serius? Baiklah.”

Tidak beberapa lama, aku memberikan tanda kedua yang berarti dia harus menampakkan dirinya dan aku hanya harus berpura-pura tidak melihatnya.

“ada seseorang di belakangmu. Oh god, itu Michael Mayers. Dia membawa Pisau, lari China, Larii..”

“apa, aku tidak mendengarmu.. jaringanya terputus,Drew..” sebenarnya aku ingin terkekeh namun aku menahanya, dan click, ku matikan Laptopku, menunggu reaksi Drew.
Aku memberitahu Jefeline bahwa Drew akan segera tiba, sungguh, Aku ingin melihatnya terkencing-kencing, dan Jefeline mulai melangkah turun ke bawah, tanpa harus menjawabku.

Aku masih diam, menunggu jeritan Drew, namun hening, sangat hening.
Hingga, Praaaanggg!!! Sesuatu yang pecah dan di akhiri oleh pintu terbanting terdengar, aku segera bergegas turun dan melihat Drew disana dengan tongkat pemukul Baseball yang berlumuran darah.

“drew, apa yang kau lakukan??”
“kau tidak apa-apa China, tenang saja. Aku sudah memukulnya dan dia sudah pergi kabur.” ucapnya dengan nada khawatir.
“apa? Kau memukulnya” ku tatap darah pada tongkat itu. “kenapa kau memukulnya??”
Drew menatapku aneh. “apa maksutmu??”

“Oh tuhan, semoga Jefeline tidak terluka parah” aku mulai bingung. “kau tahu Drew, ini ideku, aku dan Jefeline hanya ingin mengerjaimu, tapi kau memukulnya. Aku harus segera ke rumahnya untuk memeriksa keadaanya.”
“Jefeline. “sahut Drew. “bukankah Jefeline sedang liburan musim panas di Roma, dan kau yang mengantarnya ke Bandara bukan?”

Senin, 28 April 2014

When The Children Sayin

Informasi ini bukan tentang Urban Legend ataupun tentang Cerita Seram tetapi tentangAnak-anak ketika mereka sedang berbicara kepada kita. Sering kali kata-kata yang biasanya dilontarkan oleh anak-anak kepada kita cenderung bermakna humoris, lucu dan menggemaskan, tetapi kali ini saya tidak membahas tentang sisi menggemaskan dari anak-anak melainkan sisi keanehan dari anak-anak ketika mereka memberikan suatu opini/berbicara bebas kepada orang tua mereka. Di negara besar seperti Eropa, ada sebuah komunitas yang bernama Parenting Group yang telah membuat sebuah forum di internet untuk berbagi cerita antara anak kepada orang tuanya yang disebut ''Parent and Kid" dengan topik pertanyaan aneh dari si kecil untuk Ayah dan Ibu.

Berikut adalah beberapa tanggapan cerita-cerita dari para orang tua mengenai anak-anak mereka yang di kutip dari forum Parent and Kid.

● Saya mempunyai teman dan ia juga seorang ibu dari kedua anaknya, ketika saya bertamu ke rumahnya saya melihat anak kedua dari teman saya bermain dengan Ayahnya di ruang keluarga, ketika mereka asik sedang bermain, anak itu berkata kepada Ayahnya ''Ayah, aku sangat mencintaimu Ayah! aku ingin memotong kepala Ayah dan membawanya kemanapun aku pergi sehingga aku bisa melihat wajah Ayah kapan pun aku mau".

● Saya memiliki seorang anak perempuan yang berusia 5 tahun, dan ketika saya hendak menceritakan sebuah dongeng favoritnya tiba-tiba ia berkata kepada saya "Ibu, ketika Ibu nanti mati bolehkah aku menempatkan Ibu di dalam sebuah kotak boneka barbie sehingga aku bisa melihat Ibu selamanya ya Bu!".

● Sepupu saya berusia 5 tahun dan ia sangat hobi dengan menggambar, saat itu saya mendaftarkan sepupu saya untuk mengikuti lomba menggambar untuk tingkat anak-anak dengan tema bebas. Kemudian perlombaan pun telah di mulai, dan sepupu saya langsung menggores pensilnya di atas kertas, saat itu saya pergi sebentar untuk membeli air minum, tak lama kemudian saya kembali dan melihat hasil karya yang dibuat oleh sepupu saya dan itu terlihat aneh bagi saya, karena ia menggambar seorang wanita yang sangat tinggi dan besar memiliki taring dan kuku yang tajam, kemudian sepupu saya menatap saya dan berkata "Nanti malam, dia akan datang menuju kamar Bibi, sebaiknya nanti Bibi bersembunyi saja atau pergi ke kamarku, kalau tidak nanti Bibi dalam masalah besar!".

● Saya adalah seorang Ayah dan saya memiliki peristiwa aneh yang pernah saya rasakan ketika saya dibangunkan dari tidur sekitar pukul 03:00 a.m. oleh anak perempuan saya yang berusia 4 tahun, ia berdiri tepat di depan saya, kemudian ia menatap wajah saya dan langsung berbisik ke kuping saya dan berkata "Aku ingin mengupas semua kulit dari tubuh Ayah supaya Ayah bisa mengganti kulit dengan warna yang berbeda". Selama beberapa detik entah kenapa saya merasa takut dengan perkataan yang dilontarkan oleh putri saya. Kemudian, beberapa minggu kemudian saya mulai menyadari apa yang ia bisikan kepada saya karena kulit saya telah terbakar oleh cahaya matahari akibat terlalu lama menjemurkan diri di pantai dan kulit saya telah mengupas dan iritasi.

● Saya adalah seorang Ibu yang memiliki putra berusia 3 tahun, setiap malam ia selalu mengatakan ada seorang pria di kamarnya "Mama", katanya. "Mama, ada seorang pria aneh di kamarku dan ia memiliki mata berwarna kuning besar dan ia sedang melihat Mama". Saya mencoba mengatakan kepadanya bahwa tidak ada seorang pria di kamarnya dan kemudian putra saya hanya berkata "Oh, Mama ia telah bersembunyi sekarang". Dua menit kemudian, putra saya berkata lagi "Oh tidak! Mamaaa.. Mama membuatnya marah, lihat Mama dia sekarang marah!''. Kata putra saya, pria itu sering menjumpai saya ketika saya sedang tidur.

● Saya berada di ruang bawah tanah di rumah teman saya dengan anaknya yang baru berusia 3 tahun. Saat ingin kembali ke atas rumah, namun teman saya mengajak saya untuk pergi ke sebuah ruangan dipinggir cerobong asap dan ia meraih tangan saya, kemudian ia membawa saya ke sebuah cerobong asap berlapis batu bata yang memiliki pintu besi berkarat di atasnya, kemudian anaknya yang berusia 3 tahun berkata dan menunjuk ruangan itu "Ibu, di situ ada seorang wanita sedang menggantung diri dengan tali''.

● Suatu malam, ketika putri saya sedang tidur dikamarnya, saya mendengar dia belum tidur dan dia sedang berbicara di kamarnya. Kemudian saya menuju kamarnya dan bertanya kepadanya apakah kamu berbicara pada saya atau pada kakakmu kemudian ia berkata "Tidak", jawabnya. "Aku sedang berbicara dengan seorang anak kecil yang tinggal di lemariku ini, dia sangat lucu dan manis tetapi dia tidak memiliki tangan dan kaki".

● Beberapa hari setelah Ayah saya meninggal, ibu saya dan saya selalu terbangun di tengah malam oleh suara benturan/kebisingan dan amarah. Kami turun dari lantai 2 untuk mencari adik saya yang berumur 6 tahun, kemudian apa yang kami lihat di dapur adalah disana ada adik saya sedang berusaha keras untuk membuka pintu belakang rumah dan ia berteriak "Dia ingin kembali! Kita harus melarang dia kembali. Dia tidak boleh kembali!".

● Saya adalah seorang ayah dan memiliki seorang putra berumur 4 tahun, saat itu saya sedang berada di garasi sedang mencuci mobil, tiba-tiba saja pintu ruangan tengah telah berderit dan terbuka kemudian munculah putra saya tetapi ia hanya memunculkan kepalanya saja dan bertanya pada saya "Ayah, kau belum mati?", kemudian saya menjawabnya "Tidak, memangnya kenapa?", kemudian putra saya langsung masuk kedalam dan menutup pintu, itu sangat aneh bukan? Sebenarnya saat itu putra saya sedang tidak ada dirumah karena dia pergi kerumah Neneknya bersama Ibunya.

Itulah beberapa cerita orang tua yang dikumpulkan di komunitas Parenting Group, terkadang anak-anak memang selalu membuat kita merasa gemas dibuatnya tetapi kali ini berbeda karena anak-anak memiliki pemikiran dan daya imajinasi yang berbeda, hati dan perasaan yang di miliki oleh anak-anak adalah masih terlalu suci dan bersih dari pengaruh buruk. Bahkan ada diantara mereka yang memiliki keahlian khusus seperti melihat kematian seseorang, ramalan nasib kehidupan, melihat hantu dan melihat berbagai peristiwa di masa lalu dan masa depan.

Minggu, 27 April 2014

Misteri Kado Sebuah Boneka

Haiii... mau numpang Share Lagi nih...
Baca yahh ^_^


Kado ulang tahun menumpuk rapi di atas meja. Di sampingnya sudah siap kue tart dilingkari dua puluh satu lilin. Hari ini ulang tahunku. Dari jumlah lilin yang disematkan pada kue tart, pasti sudah dapat mengira umurku kini dua puluh satu tahun. Bukan umur yang muda lagi, namun juga bukanlah umur yang sudah tua. Karena aku masih bisa berkarya dan melakukan sesuatu untuk keluarga, nusa, dan bangsa.

Pukul tujuh malam pesta ulang tahunku dimulai. Kawan-kawan dengan membawa kado masing-masing sudah datang sejak tadi. Di sinilah kami berada, di ruang tamu yang berukuran tujuh kali enam meter ini. Ruang yang cukup luas untuk menampung kurang lebih dua puluh orang yang meramaikan pesta ulang tahunku.
Suasananya cukup meriah, dentuman lagu pop membahana ke seluruh sudut ruangan. Ayah, ibu, dan kedua adik perempuanku ikut meramaikan pesta ini. Lampu-lampu hias berwarna-warni menambah gemerlapnya malam. Pesta ulang tahun yang meriah. Kami bersenda gurau. Dan… tibalah saat aku harus meniup lingkaran lilin di atas kue tart.

“Selamat ulang tahun kami ucapkan…” Iringan lagu membuat hasratku terus membuncah ingin segera meniup lingkaran lilin kecil itu.

“… Selamat panjang umur dan bahagia! Tiup lilinya… tiup lilinnya, tiup lilinnya… sekarang juga…”
Aku berdo’a di dalam hati sebelum ku tiup lilin. Dan inilah saatnya! “Sekarang juga… sekarang… jugaaa… !“
Pet…

Seketika lampu mati serentak setelah lilin ku tiup. Sontak semua berteriak, tak terkecuali aku. Bagaimana tidak kaget, jika tiba-tiba saja ruangan sebelumnya begitu terang dengan gemerlapnya lampu pesta seketika padam, begitu pula dengan lilin yang ku tiup.

“Ayah cek sekring di luar dulu…” ujar ayahku sedikit cemas.

“Wah gelap banget nih…” ujar Ayna, salah satu temanku. Kawan-kawan lain mengiyakan.
“Iya, nih… nakutin!”

Tak ingin kawan-kawanku kecewa, aku menyusul ayah yang sibuk mengecek sekring di depan. “Aku susul ayah dulu, ya! Siapa tahu butuh bantuanku.”

Adik perempuanku menarik tanganku. “Jangan, Mbak. Biar aku saja. Kan, mbak sedang ulang tahun. Jadi, mbak diam saja disini.”

Aku menyetujui usulnya. Dan, aku kini menemani kawan-kawanku yang mulai ribut sendiri. Lima menit berlalu, ayah dan adikku belum juga kembali. Kami terpaksa, menyalakan kembali lilin-lilin di kue tartku, agar ada sedikit cahaya yang melegakan pupil mata kami.
Puk!
Ada yang menepuk pundak kiriku. Sontak aku menoleh. Heran, tidak ada siapa-siapa. Aku agak merinding karena suasana yang gelap gulita. Aku merapat pada Inna yang duduk di samping kananku. Tak lama kemudian, ayah dan ibuku datang membawa nyala api dari korek api.

“Sekringnya terbakar, enggak bisa dibetulkan. Biar ayah panggil tukang listrik saja.”

“Aduh, kalau panggil tukang listrik, masih lama, dong?” Aku agak sedih. Mengapa ulang tahunku jadi begini?
Salah satu kawanku, Hendra, mengusulkan, “Bagaimana kalau kita rayakan ulang tahunmu dengan suasana lilin saja?”

“Benar kata Hendra, Mila!” Serentak yang lainnya menyetujui usulan Hendra.
Sebenarnya, aku tidak ingin kondisinya menjadi seperti ini, tapi bagaimana lagi? Tak ada yang menyangka kalau ulang tahunku kini menjadi gelap.

“Ya, sudah kalau begitu, kita potong kue nya, yuk!” sahutku.
Ibu berdiri. “Oke, ibu carikan lilin yang lebih banyak lagi di dapur.” Ia kemudian beranjak menuju dapur.

***

Pukul 00.30 WIB tengah malam. Listrik sudah bisa dinyalakan dan kawan-kawanku sudah pulang semua. Saatnya aku membuka kado dari kawan-kawanku. Dua puluh orang dengan lima belas kado yang berbeda. Di antara mereka ada yang berpatungan sehingga kado tidak sebanyak jumlah orang yang hadir. Tak apalah, yang penting kawan-kawanku sudah berkenan hadir.

Satu persatu aku membuka kado. Ada yang menghadiahkan jam tangan, tas, bantal lucu, hingga boneka yang memiliki tatapan dingin dan… menyeramkan!
Rambutnya ikal berwarna pirang, kusut, dan sangat kumal. Bajunya juga kumal. Memang, benar kainnya berwarna-warni, tapi warnanya sudah memudar bahkan kekuning-kuningan.
Kedua tangannya terbuat dari plastik, sepertinya agak rapuh. Sedikit saja aku tekan pasti tanganya patah. Kedua tangan dan kaki boneka itu dapat digerak-gerakkan dan ditekuk. Sehingga mampu didudukkan pada kursi atau sekedar disandarkan pada dinding.

Ih… belum lagi wajahnya yang bak hantu! Mukanya pucat kekuning-kuningan tapi bibirnya merah mencolok. Tersenyum tegas dan mengerikan. Seolah-olah penuh kelicikan. Kelopak matanya mampu terbuka dan tertutup seraya badannya terguncang. Bulu matanya lentik panjang, hitam, dan sedikit tajam.
Aih… matanya berwarna biru dan bulat! Jika ia membuka matanya lebar-lebar, seakan mendelik ke arahku. Seperti ingin mencengkeramku.

Aku bergidik, tengah malam sendirian di kamar. Aku membuka kado terakhir itu. Awalnya aku heran karena bungkus kado itu berwarna merah legam tetapi berkilau saat terpantul cahaya. Bentuknya persegi panjang dengan pita berwarna hitam tersemat di keempat sisinya.
Kuselidiki siapa yang memberi hadiah ini, aku melihat-lihat seluruh sisi dan sudut kotak kado itu. Mencari kartu ucapan. Ah, ada kartu ucapannya!

“Selamat ulang tahun Mila. Hari ini adalah harimu! Kau akan mendapatkan keinginanmu.”
Tapi… tak ada namanya. Siapa, sih?
Kemudian, aku mengumpulkan semua kartu ucapan yang kuperoleh. Kuingat-ingat siapa saja yang hadir malam ini, lalu kucocokkan. Tapi, tak ada yang terlewat. Semua yang hadir, semua itulah yang hadir pada kartu ucapan.
Lalu, dari siapa kado tadi?
Lelah berpikir, akhirnya aku memutuskan untuk menaruh boneka itu ke kotaknya dan kuletakkan di kolong tempat tidurku, sedangkan kado-kado yang lain aku rapikan di atas meja belajarku.
Lelah mulai merambat relung tulang belakangku. Mataku pun juga terasa berat dan ingin sekali terpejam. Entah berapa menit kemudian, akhirnya mataku terpejam dengan nyaman.

***

Kakiku bergerak-gerak? Ada apa? Apa sudah pagi?
“Nanti dululah… capek, nih!” gerutuku dengan mata masih tertutup.
Namun, guncangan di kakiku semakin keras. Kurasakan tangan yang menyentuh kakiku terasa dingin. Pasti baru saja cuci tangan. Ah! Membuatku terpaksa untuk bangun karena sentuhan dinginnya.
Mataku terbuka, tapi tak kuhiraukan ia yang membangunkanku. Namun, tiba-tiba jempol kakiku ditarik! Begitu keras hingga persendian tulang jempolku berbunyi. Seketika itu aku marah.

“Kira-kira, dong, kalau mau bangunin!” aku mengangkat badanku dan hendak melihat siapa diantara anggota keluarga yang membangunkanku dengan keji seperti itu.
Jempolku terasa linu. Sambil terus melihat sekeliling kamarku yang remang-remang karena hanya lampu tidur saja yang menyala. Aku menoleh ke arah jam dinding.
“Ya, ampun! Ini masih jam satu kurang lima menit! Kenapa membangunkanku jam segini, sih?! Nggak tahu apa, aku capek! Baru setengah jam aku tidur sudah dibangunin. Ada apa sih?!”
Tak ada yang menyahut, juga tidak tampak seorang pun di kamarku. Aku sedikit merinding. Sedangkan jempol kakiku juga masih terasa sangat ngilu. Aku memutuskan untuk tidur lagi, meski sebenarnya aku tidak akan bisa tidur lagi.
Benar saja, insomnia menjalar di tubuhku. Badanku seakan tidak ingin melemas, juga mataku seperti diganjal korek. Kantuk pun rasanya sudah hilang. Aku menutupi kepalaku dengan selimut.
Tapi… ah, itu mungkin hanya mimpi dan halusinasiku saja. Tapi mengapa rasa ngilu di jempolku masih terasa? Ini bukan mimpi!
Hah, selimutku ditarik! Ya tuhan, lindungilah aku!
Seketika berhenti! Namun, aku tetap tak ingin membuka selimutku. Karena aku yakin, tidak ada orang lain di kamarku. Karena pintu kamarku pun tak berbunyi pertanda tidak ada seseorang pun yang masuk.

***

“Apa-apaan ini?!” jeritku seraya melihat lengan kiriku penuh dengan goresan yang dalam dan darah yang bercucuran. Darahnya tidak banyak, namun sudah mengering. Selain itu, lebam yang membiru di sekitar lukanya. Warna kulitku menjadi kekuning-kuningan karena pucat.
Pagi ini, aku bangun karena merasakan perih di lenganku, ternyata memang lenganku yang tersayat. Ayah, ibu, dan adik-adikku bergegas masuk dan menjerit melihatku. Mereka sangat terkejut melihatku.
“Astaga, Mila!” ibuku menggeleng-gelenggkan kepala, seakan tidak percaya melihatku. Ia menangis dan menjauhiku.
“Mbak… kenapa Mbak berubah seperti ini?”
“Berubah?”
Adikku memberikan cermin padaku. Seketika aku melihat wajahku, dan aku berubah! Aku menjadi… seperti boneka yang kudapat tadi malam! Lengkap dengan lipstik merah menyala di bibirku!
Aku segera menoleh mencari kado yang semalam kutaruh di kolong tempat tidur. Ternyata kotaknya terbuka dan tidak ada isinya. Ke mana boneka itu?
Aku menangis! Aku tampak muda! Sangat muda!! Bahkan nyaris seperti gadis kecil berwujud boneka. Apa ini jawaban atas doaku semalam? Bahwa kuingin tetap muda seperti gadis kecil. Dan kini…?


TAMAT


Cerpen Karangan: Csintia Maharani Email: csintiamaharani123[-at-]yahoo.com Facebook: Csintia Ithue Cheweghk Sukcess

Jumat, 25 April 2014

The Crawlspace

Retold and translated by –Jason-
Source : Creepypasta
Credit To – Kaitie H.


Hi semuanya. Kukira kalian bisamenyebut tulisanku ini sebagai sebuah kisah peringatan kepada siapapun yang berencana untuk bersekolah diluar negeri dimasa mendatang. Aku tidak bermaksud mengecilkan semangat kalian untuk melakukannya, namun aku hanya ingin agar kalian lebih berhati-hati akan sesuatu sehingga hal ini tidak terjadi pada kalian juga. Kurasa aku harus menjelaskan sedikit disini. Musim panas yang lalu aku terpilih untuk mengikuti program pertukaran pelajar antar negara yang rencananya akan berpusat di Roma selama beberapa bulan. Seperti yang lainnya, tentu saja aku girang bukan main. Aku belum pernah keluar negeri selama ini, maka hal ini akan menjadi sebuah petualangan yang sangat menantang bagiku.

Dalam minggu-minggu berikutnya yang penuh kebahagiaan, aku megepak semua barang yang bisa masuk kedalam kopor. (Kuakui aku terlalu banyak membawa barang untuk perjalanan ini.) awalnya aku sungguh merasa sangat gugup untuk meninggalkan kedua orang tuaku, namun disisi lain aku juga sudah tidak sabar untuk segera pergi untuk menikmati kebebasan selama berada di Eropa. Sebelum aku sadar, kedua orangtuaku sudah mengantarkanku ke airport, dan aku sudah berada didalam pesawat, terbang selama 19 jam lamanya menuju Roma.

Meskipun lama dan membosankan, penerbangan ini tidak terlalu buruk. Ketika keluar dari airport, aku disambut oleh supervisor program dan beberapa pelajar lain seumuranku yang sama gembiranya sepertiku. Mereka meupakan para pelajar yang akan belajar bersama denganku. Kami kemudian menghadiri pertemuan orientasi, setelah itu kami mengambil kunci apartemen masing-masing.

Pada bulan-bulan sebelum semuanya dimulai, kami diharuskan mengakrabkan diri dengan masing-masing teman satu kamar, begitu juga mengenai masalah penentuan tempat yang cocok bagi kami semua. Aku satu kelompok dengan tiga gadis lainnya. Mereka cukup baik dan cukup membuatku betah dan merasa diterima walaupun tidak dipungkiri agak susah juga untuk mengakrabkan diri pada awalnya. Tapi aku berusaha mengabaikan keterasinganku, semakin kedepan, semuanya menjadi semakin lebih baik. Kami semua memiliki rencana pengeluaran yang hampir sama, tidak ada satupun dari kami yang memiliki uang berlebih. Karena hal ini kami semua berusaha mencari apartemen semurah mungkin untuk kami tinggali.

Setelah beberapa hari mencari, kami menemukan sebuah iklan mengenai sebuah apartemen kuno yang terletak di Campo di Fiori. Tempat ini berada di lokasi utama dan kami sungguh tidak percaya bahwa tempat ini masih belum ada yang menyewanya, belum lagi harga yang tertera sungguh sangat murah. Hal ini sebenarnya menimbulkan tanda tanya besar dikepalaku. Tempat ini begitu besarnya tapi uang sewanya lebih murah dari apartemen terkecil yang berada ditempat yang kurang begitu diminati. Namun apapun alasan yang muncul, semua itu terkalahkan oleh kegembiraan yang melanda para gadis muda. Mereka sudah menetapkan tempat tersebut sebagai apartemen mereka sehingga aku tidak punya pilihan lain.

Masing-masing dari kami menerima kunci, beserta sebuah peta agar kami tidak tersesat. Karena tempat ini berada di lokasi favorit, tidak butuh waktu lama sampai akhirnya kami tiba disana. Campo sangat menakjubkan. Pada siang hari, tempat ini diramaikan oleh hiruk pikuk pasar, sedangkan pada malam hari tempat ini diramaikan oleh atraksi jalanan. Semua apartemen yang mengelilingi tempat ini kebanyakan memang bergaya kuno, sehingga tempat kami tidak begitu mencolok sebenarnya. Setelah mengelilingi alun-alun beberapa kali, kami akhirnya menemukan nomor apartemen yang terpaku didepan sebuah kayu tua besar. Disinilah kami akan tinggal selama tiga bulan kedepan.

Aku harus berjuang keras untuk membuka pintu kokoh ini menggunakan kunciku. Pintu kayu besar dan tebal tersebut kemudian terbuka dengan suara deritan yang menyertai. Didepan kami menunggu sebuah tangga memutar. Kami saling berpandangan, terperangah. Kami tidak memperhitungkan kenyataan bahwa bangunan ini dibangun saat lift masih merupakan hal yang asing. Dengan masing-masing tangan menggenggam barang barang, kami berdiri didepan pintu kediaman baru kami, tiga set anak tangga yang tampak akan melelahkan dan beberapa keluhan kami simpan dulu. Kembali aku harus bekerja ekstra keras untuk membuka kunci pintu. Begitu pintu depan terbuka, para gadis langsung rebut, merebutkan ruangan paling bagus. Apartemen ini memiliki tiga ruang tidur, yang berarti bahwa dua diantara kami harus berbagi ranjang. Aku pribadi tidak terlalu mempermasalahkan hal ini, kubiarkan yang lain saling berlomba. Ketika semuanya reda, diputuskan bahwa akulah yang harus berbagi kamar dengan seorang gadis dalam kelompok bernama Stephanie. Tidak masalah bagiku. Stephanie merupakan gadis yang cukup baik dan pendiam, sosok ideal bagiku sebagai teman sekamar.

Selama sisa hari itu kami menjelajahi tiap sudut apartemen baru kami. Ada dua kamar mandi, satu set penuh dapur, dan satu ruang tamu dimana terdapat sebuah TV kuno didalamnya. Sekali lagi aku merasa tidak nyaman. Bagaimana bisa apartemen sebesar ini disewakan dengan harga yang begitu murah? Namun sebelum aku merampungkan keherananku, sebuah pekikan mengalihkan semuanya. Reaksi pertama yang muncul sebenarnya adalah rasa panic, namun kemudian ternyata pekikan tersebut adalah suara teman-temanku yang menjerit girang. Pada bagian bawah menjelang ujung apartemen, dekat dengan pintu depan, nampaknya terdapat bagian lain dari bangunan ini yang luput dari perhatian kami. Aku mengikuti suara tersebut yang ternyata mengarahkanku pada sebuah lorong panjang dan gelap. Diujung sana, dibelakang kumpulan teman-temanku yang sedang berisik, terdapat sebuah mesin cuci dan alat pengering. Mungkin bagi kalian hal ini tidak begitu penting, namun harus aku jelaskan disini bahwa barang-barang tersebut merupakan barang-barang yang sangat langka di Roma. Umumnya para pelajar yang mengikuti program pertukaran harus mencuci baju mereka secara manual, dengan tangan mereka sendiri. Kehadiran benda-benda mewah ini cukup aneh, apalagi berada di sebuah apartemen murah.

Pekikan girang lain kembali terdengar ketika para gadis melihat sebuah pintu berdekatan dengan mesin cuci. Dibalik pintu tersebut terdapat sebuah kamar mandi utama yang besar. Ruangan ini memiliki sebuah balkon, bathtub claw-foot, bahkan terdapat sebuah bidet pula. Tidak perlu terkejut ketika mereka mulai berebut kembali. Cukup heran sebenarnya bagiku, kenapa kami tidak saling berbagi saja? namun nampaknya bagi mereka, klaim atas kepemilikan pribadi property ini begitu penting. Ketika semua berakhir, ruangan ini diputuskan untuk menjadi milikku. Dengan penjelasan logis, Stephanie mengatakan bahwa kali ini adalah giliran kami, sebab yang lain sudah memiliki kamar tidur sendiri sedangkan aku dan dia harus saling berbagi kamar, maka cukup adil rasanya jika kami berdua memiliki kamar mandi ini. harus kuakui, awalnya aku cukup senang juga, bagaimanapun kamar mandi ini sangatlah indah. Namun selang beberapa minggu kedepan, aku semakin merasakan tidak nyaman tiap kali berada di ruangan tersebut. Aku tidak bisa menggambarkannya lewat kata-kata. Tiap kali memasukinya, aku merasa sepasang mata mengawasiku. Bukan masalah klasik tersebut yang selalu menyebabkanku merasa takut. Namun aku merasa, apapun yang mengawasiku tersebut, sungguh merasa marah, serasa bahwa hal tersebut tidak senang aku berada disana sehingga hendak melukaiku.

Aku mulai melakukan segala sesuatunya agar bisa menghindari tempat itu. Terkadang aku meminta ijin pada Alisha untuk menggunakan kamar mandinya. Kerapkali aku mengarang alasan konyol bahwa untuk menuju kesana sungguh terlalu jauh, lebih dekat bagiku untuk menggunakan miliknya. Dengan senang dia mengijinkan, sebab disisi lain aku juga mengatakan padanya bahwa dia bisa menggunakan kamar mandiku kapanpun yang dia mau. Hal ini cukup berhasil selama beberapa waktu. Selama sekitar dua bulan pertama dari kunjunganku ini, aku berhasil menghindari ruangan menyeramkan itu. Hingga akhirnya pada bulan terakhir semuanya mulai erkuak. Pada suatu malam aku bersiap untuk menggosok gigi, namun Alisha sudah mengunci kamarnya. Aku mendengar suara tawa kecil, berasal dari arah lorong, kurasa Stephanie dan teman satu apartemen kami yang lain sedang berada disana sebelum pergi tidur. Kuputuskan untuk pergi kesana, dengan banyaknya jumlah orang yang ada disana kupikir semuanya akan baik-baik saja.

Aku berjalan menuju kamar mandi besar tersebut dimana aku bergabung dengan keramaian dua temanku. Mereka sedang ngobrol, Lindsay, teman satu apartemenku yang lain tertawa terbahak-bahak sehingga harus bersandar pada dinding agar tidak terjatuh. Namun tiba-tiba dia tersentak kedepan, seperti tersengat listrik. Kami semua menatapnya dengan heran, berusaha mencari tahu apa yang menyebabkan dirinya berreaksi seperti itu : didinding, sekitar sama tinggi dengan bathtub, terdapat sebuah pintu kecil. Tidak ada satupun dari kami yang menyadari keberadaannya karena warnanya sama persis dengan warna dinding. Pemilik tempat nampaknya telah mengecatnya. Secara normal, hal ini cukup membuatku sedikit gugup. Apapun itu, pemilik tempat jelas tidak menginginkan siapapun untuk membukanya. Namun seperti biasanya, dengan mengabaikan semua hal, Lindsay meraih handle dan mulai menariknya semaunya sendiri. Stephanie hendak mencegahnya, namun Lindsay telah terlanjur mengeluarkan pisau saku. Dia mulai menggores kelim pintu itu. aku hendak memohon padanya untuk menghentikan semua tindakan gegabahnya, namun aku benar-benar tidak punya energy tersisa untuk berdebat malam itu. Selang beberapa menit, Lindsay berhasil membuka paksa pintu tersebut diiringi suara deritan nyaring.

Dibalik pintu tersebut ternyata terdapat sebuah ruangan yang biasanya digunakan tukang untuk memasang instalasi listrik atau ledeng. Ruangan ini cukup lebar. Kurasa tiga atau empat orang akan muat didalamnya. Cukup penasaran juga kenapa pemilik bangunan ini menyegel ruangan sempit seperti itu. ketika aku sedang asyik dengan pikiranku, Stephanie dan Lindsay sudah memanggil Alisha untuk melihat hasil temuan mereka. Dia Nampak begitu tertarik, sama seperti dua temanku yang lainnya. Namun seperti yang aku sangka, ketertarikan ini semakin berkurang ketika ternyata tempat tersebut hanya digunakan untuk menampung beberapa handuk dan keranjang cucian.

Keesokan harinya setelah ruang tersebut dijebol, mulai terjadi hal-hal aneh, dari menyeramkan menjadi terasa begitu mengerikan. Menyebalkannya lagi, Alisha mengubah rutinitas malamnya sehingga aku tidak bisa menggunakan kamar mandinya menjelang malam. Sekali lagi aku berada didalam kamar mandi luas itu, tiap saat, perasaan seperti sedang diawasi semakin hebat saja. aku menjadi begitu paranoid sehingga suara sekecil apapun akan membuatku melompat saking kagetnya, sesegera mungkin setelah aku menyelesaikan urusanku disana, aku akan berlari menyusuri lorong dan mengunci pintu. Untuk beberapa alasan nampaknya hanya aku yang mengalami hal ini. Aku memilih untuk tidak menceritakan hal ini kepada yang lain, aku sudah cukup merasa terasing, aku tidak ingin diperlakukan seperti orang sinting. Maka aku menyimpannya sendiri dan berharap bahwa semuanya akan berlalu.

Sayangnya masalahnya bukan hanya itu. pada suatu malam ketika aku hendak beranjak tidur, aku harus berada didalam kamar mandi itu… sendirian. Ketika aku berdiri didepan cermin untuk menggosok gigi, sesuatu menyebabkan bulu dibelakang leherku berdiri. Samar-samar, kudengar suara sesuatu berdesir. Bukan sesuatu yang dihasilkan oleh teman-temanku diujung flat. Suara yang dihasilkan oleh mereka bisa terdengar cukup keras. Namun suara ini begitu samar, lirih, seperti suara seseorang yang dengan hati-hati menggeser sesuatu. Dengan tegang, aku berdiri diam terpaku, terror memenuhi diriku. Suara lemah ini berasal dari arah ruangan kecil dibelakang bathtub. Aku segera berbalik dan berlari menyusuri lorong untuk mendapatkan perhatian dari teman-temanku. Aku mencoba menjelaskan pada mereka mengenai apa yang terjadi, namun yang keluar hanyalah bisikan terbata tak jelas dari mulutku.

Pada akhirnya aku berhasil untuk tergagap “S-sesuatu ada dibalik ruang kecil itu!”

Mereka menatapku dengan perasaan ngeri dan bingung yang bercampur. Kami semua segera menuju kamar mandi besar dimana ruangan kecil yang dibuka paksa itu berada. Aku hampir saja pingsan saat melihat pintu kecil yang sebelumnya tertutup kini terlihat terrenggang, sedikit terbuka menyisakan sebuah celah. Walaupun hal ini sungguh membuatku takut, Alisha dengan cepat menunjuk kearah sliding door di balkon. Stephanie membiarkannya terbuka setelah mandi beberapa jam yang lalu. Dia mengintip dari pintu dan menunjuk pada atap miring yang berdekatan dengan milik kami. Terdapat sebuah sarang burung dara disana, lengkap dengan beberapa burung yang mengitarinya. Mereka mengatakan bahwa burung-burung tersebut pasti telah masuk sehingga menghasilkan suara yang kumaksudkan. Mereka semua menertawaiku habis-habisan saat kami semua kembali menuju ruang tamu. Aku berpura-pura untuk mengabaikan itu semua, namun aku yakin, suara sebelumnya tidak mungkin ulah para merpati itu. lagipula pintu kecil tersebut tertutup rapat sepanjang hari sebelumnya. Tidak ada satupun dari kami yang mau membukanya karena bau pengap yang dihasilkannya. Dan lagi, saat aku meninggalkan kamar mandi sebelumnya, pintu kecil itu benar-benar masih dalam keadaan tertutup rapat. Tidak mungkin seekor merpati bisa membuka sebuah pintu.

Saat itulah aku mulai yakin bahwa apartemen ini sungguh bermasalah, ada sesuatu yang ganjil didalamnya. Ketika aku kemabli ke kamar aku mengambil laptopku dan menghubungi sahabat baikku via Skype. Dia merupakan orang yang selalu skeptic dan rasional, namun dia membuka dirinya terhadap segala sesuatunya yang memang sangat sulit untuk dijelaskan secara ilmiah. Kuputuskan bahwa dirinya merupakan orang yang paling tepat untuk tempatku mengadu mengenai masalah yang kuhadapi. Seperti yang sudah kusangka, dia cukup ragu. Namun dia setuju denganku bahwa tidak mungkin seekor merpati bisa membuka sebuah pintu yang tertutup rapat. Dia bertanya padaku apakah aku mempunyai foto dari ruang kecil itu. dia mengatakan jika dia bisa melihatnya, akan sangat membantunya untuk lebih memahami apa yang terjadi, dan mungkin akan membantunya juga untuk memberikan penjelasan yang lebih masuk akal.

Merasa lega akan niat baiknya, setidaknya untuk sekedar mendengarkan, kuambil kamera dan kembali menyusuri lorong gelap dan panjang tersebut. Ketika aku sampai, aku merasa lega juga sebab pintu tersebut masih tertutup rapat. Aku berdiri didepannya selang beberapa waktu, kukumpulkan semua keberanianku sebelum akhirnya membuka pintunya. Disamping semua barang-barang yang dijejalkan oleh teman-temanku, tidak ada hal lain didalamnya. Aku mengambil sebuah foto sebelum menutup kembali pintu tersebut dan berlari menuju kamar. Dengan bergegas kuhubungkan kamera dengan laptop dan mengupload foto yang baru saja kuambil. Ketika akhirnya aku membuka gambar tersebut, aku sungguh tertegun tak percaya atas apa yang aku lihat. Dipojok kanan atas terlihat sebuah wajah, memamerkan gigi-giginya kepadaku. Seluruh tubuhku sontak gemetar.

“Oh Tuhan. Sosok itu benar-benar ada didalam rumah kami!” Gumamku ngeri.

Rasa takut menguasaiku. Mereka telah mengurung apapun yang ada diruangan kecil itu, dan kami telah membebaskannya. Aku begitu panic, aku bahkan tidak sadar saat teman sekamarku kembali. Dia tidak paham akan bahaya yang sedang mengintai, bahkan walaupun aku mencoba untuk menjelaskannya, dia tidak akan percaya. Aku sungguh tidak tahu apa yang harus kulakukan, dan akhirnya kuputuskan untuk menghadapinya dipagi hari. Walaupun tidak ada teman, namun aku merasa lebih aman dengan adanya sinar matahari. Kuputuskan untuk tidur, memulihkan tenaga. Saat itulah, sejak pertama aku tiba disini, kukunci pintu kamar sebelum tidur. Stephanie menatapku dengan penuh kecurigaan, namun dengan nada bergurau kukatakan padanya bahwa Lindsay telah menyelinap kekamar kami dan mencuri nutellaku. Dia hanya tertawa, sebelum kemudian merebahkan badannya di atas ranjang. Harus kuakui bahwa satu-satunya alasan akhirnya aku bisa tertidur adalah karena keberadaan dirinya. Tidak sendirian dapat melahirkan perasaan aman.

Sekitar pukul dua pagi aku terbangun oleh sebuah suara. Aku gampang sekali terbangun hanya oleh sebuah suara kecil saja. Suara ini terdengar seperti suara pintu yang didorong diujung lain dari bangunan diikuti suara langkah. Namun suara langkah ini tidak seperti langkah normal. Terlalu cepat. Terdengar seperti suara orang yang tengah berlari kencang dari serambi menuju ruang tamu dan hampir diseluruh bagian apartemen. Namun suara ini tidak terdengar berat seperti yang dihasilkan dari suara orang yang benar-benar berlari. Suara itu terasa ringan, hampir terdengar ganjil.

Kupikir hal tersebut adalah ulah salah satu dari Alisha atau Lindsay, maka aku bangun dan menempelkan telingaku pada dinding yang memisahkan kamarku dengan kamar Lindsay. Aku dapat mendengar suara samar nafasnya yang teratur. Dia pastilah sedang tidur, tidak mungkin dirinya. Kutempelkan telingaku dibagian lain dinding kamarku dimana diseberangnya Alisha berada. Suara dengkurannya terdengar cukup keras, tidak mungkin dirinya pula yang menghasilkan suara diluar sana. Perlahan-lahan aku mulai merasa ketakutan, seandainya saja Stephanie meninggalkanku sendirian, namun aku dapat melihat dadanya naik-turun, dia masih tidur ditempatnya. Seketika tubuhku terasa merinding dan aku hampir saja menjerit ketika aku menyadari suara langkah itu berhenti tepat didepan kamarku. Walaupun semua lampu dimatikan, aku dapat melihat dengan jelas sesosok bayangan hitam terbentuk dari celah kecil dibawah pintu.

Aku tidak berani bergerak sedikitpun. Apapun itu, dia hanya berdiri disana. Menunggu. Kemudian horror berlanjut, kenop pintu kamarku mulai bergoncang. Awalnya lembut namun semakin keras begitu sadar bahwa pintu terkunci. Suara berisik yang dihasilkannya tentu saja membangunkan teman sekamarku. Dia terduduk, mengerjapkan matanya dengan bingung. Serentak goncangan pada kenop pintu berhenti. Dia bertanya padaku apa yang aku lakukan dan bertanya apakah aku sadar jam berapa saat itu. kukatakan padanya bahwa semua itu bukan perbuatanku! Kukatakan padanya bahwa apapun yang telah membuka ruangan kecil di kamar mandi besar sebelumnya kini kembali. Namun dia hanya mengerutkan keningnya dan mengatakan bahwa aku butuh lebih banyak istirahat.

Keesokan harinya aku membuat sebuah janji dengan supervisor programku. Kukatakan padanya bahwa aku harus segera pulang. Dia mengatakan padaku bahwa aku hanya mengalami homesick dan hal itu akan berlalu, namun aku tetap berkeras. Dia akhirnya menyerah dan mengijinkanku menelepon orang tuaku. Mereka bingung tapi cukup mengerti. Mereka berhasil mengubah jadwal pulangku menjadi keesokan paginya. Aku sungguh sangat ingin pergi hari itu juga, namun mereka hanya bisa menjanjikan keesokan paginya secepat yang bisa mereka usahakan. Sialnya hal ini berarti bahwa aku harus meluangkan satu malam lagi diapartemen itu.

Ketika aku kembali, kucoba untuk menjelaskan mengenai apa yang terjadi. Aku akan segera pergi dari sanna dan bisa lolos dari ancaman bahaya, namun aku sungguh mengkhawatirkan keselamatan mereka. Namun tidak ada satupun dari mereka yang menganggapku serius. Mereka menganggap aku seperti layaknya wanita gila saja. mereka tidak mengatakan apapun kepadaku, namun aku yakin mereka semua menyangka alasan kepulanganku tidak lain adalah karena sebuah gangguan jiwa.

Pada titik itu, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi untuk meyakinkan mereka. Maka malam itu kukunci pintu kamar dan dengan ragu kuputuskan untuk tidur. Dan seperti yang sudah kuperkirakan, sekali lagi sekitar pukul dua pagi, aku dibangunkan kembali oleh suara langkah cepat mengitari apartemen. Kudengar pintu kamar mandi berderit terbuka, diikuti oleh pintu diujung lorong. Suara langkah terdengar semakin nyaring dan cepat ketika memasuki ruang apartemen. Dan akhirnya, kembali, suara itu berhenti tepat didepan pintu kamarku. Aku dapat mendengar suara dengusan nafas kali ini, perlahan dan berat. Aku duduk dalam keadaan panic, dan yang membuatku merasa ngeri lagi ternyata Stephanie lupa mengunci kembali pintu setelah menggunakan kamar kecil.

Dia berada tepat didepan pintu kamar dan aku tidak yakin apakah waktuku cukup untuk melompat dan menguncinya sebelum sosok itu menyadari bahwa tidak ada sesuatupun yang menghalanginya untuk masuk. Keraguanku ternyata terlalu lama, ketika akhirnya aku terduduk penuh diatas ranjang, kenop pintu dengan perlahan mulai berputar. Aku terpaku, terror menguasaiku saat kulihat pintu perlahan terbuka menunjukan sosok mengerikan itu. sosok itu berdiri dengan uas didepan pintu masuk, menatapku. Matanya menonjol keluar dari tengkoraknya, memantulkan cahaya kebiruan samar. Dia tidak mempunayi hidung, hanya celah kecil saja yang menggantikan letak batang hidung. Dia memilliki gigi manusia, namun tidak memiliki bibir, sehingga memberikan kesan bahwa dia selalu menyeringai. Kulitnya yang putih keabuan terlihat berlendir dan meregang ketat diwajah kurusnya. Sisa bentuk tubuhnya yang kurus sulit untuk digambarkan seolah-olah hampir sisanya tertutup oleh bayangan gelap.

Setelah berhenti sejenak didepan pintu, dia mulai bergerak menuju arahku. Ketika bergerak, tubuhnya menghasilkan suara gemeretak. Aku masih saja duduk, membatu oleh perasaan ngeri sampai sosok itu sampai didepan ranjangku. Suara nafasnya yang berat terdengar begitu keras. Aku tidak tahu kenapa Stephanie tetap tertidur. Udara menjadi tercium asam dan pekat.

Dengan kecepatan yang mengerikan, sosok itu melompat keujung lain dari ranjang, menyisakan jarak beberapa kaki dariku. Aku tersedak oleh bau darinya, seperti bau belerang bercampur dengan daging busuk. Perlahan dia membentangkan tangannya hendak meraihku. Ketika hanya berjarak beberapa inci dari diriku, akhirnya suaraku kembali. Aku berteriak sekencang mungkin dan dia terhenti. Stephanie terlonjak dari tidurnya, Nampak ketakutan. Mahluk tersebut membungkuk dan kemudian merangkak menggunakan dua kaki dan tangannya, kabur dari kamar. Gerakannya sungguh terlihat ganjil dan begitu cepat, mengingatkanku pada gerakan laba-laba. beberapa detik kemudian Stephanie menyalakan lampu dan menatapku dengan marah. Dia meminta penjelasan kepadaku mengenai apa yang sebenarnya terjadi. aku menceritakan kepadanya tepat seperti apa yang baru saja terjadi, namun dia hanya menganggapku sinting

Taksi datang menjemputku pagi-pagi sekali. Matahari bahkan belum terbit. Tidak ada satupun teman-temanku mengantar aku pergi, dan aku sudah bisa mengiranya. Setelah mengangkut semua bawaanku kedalam bagasi, aku segera naik keatas bangku penumpang. Saat itu taksi ini sedang berkendara mengitari alun-alun dan kebetulan berhenti didepan bangunan apartemen kami. Ketika aku bersandar dan mengarahkan pandanganku kearah jendela aku dapat melihat ruangan yang kutempati sebelumnya. Perasaan panic dan khawatir bercampur dalam diriku. Disana, dibalik jendela, mahluk itu berada. Matanya yang tidak pernah berkdeip melotot kearahku dan mulutnya yang tak berbibir membentuk sebuah seringai. Sebelum aku bisa mengatakan apapun, sopir taksi sedah membawaku pergi, meninggalkan gedung terkutuk itu.

Aku berusaha untuk memperingatkan mereka. Aku benar-benar melakukanya. Aku melakukan semua kemampuanku untuk memperingatkan mereka akan bahaya yang mengintai, namun tidak ada seorangpun yang mendengarku. Tidak mungkin aku mencegah apa yang akan terjadi saat aku sampai dirumah.

Beberapa minggu setelah aku samapi di Amerika, aku menerima sebuah telepon dari pimpinan penyelenggara program. Dia menyampaikan sebuah berita bahwa satu haru sebelum program berakhir, ketiga teman satu apartemenku dilaporkan menghilang. Pihak berwenang tidak tahu berapa lama mereka telah menghilang. Mereka hanya dilaporkan menghilang pada saat pimpinan program pergi mengecek mereka karena tidak ada satupun dari mereka yang menghadiri rapat akhir, dan ternyata mereka tidak ada ditempat. Mereka memperkirakan bahwa setidaknya sekitar satu atau dua minggu mereka telah menghilang, disimpulkan dari makanan yang ada diapartemen telah kadaluwarsa. Tidak ada tanda-tanda masuk secara paksa, tidak ada barang berharga yang hilang. Satu-satunya catatan detail yang disebutkan dalam laporan adalah pada saat mereka sampai di TKP terdapat sebuah pintu kecil aneh yang sedikit terbuka di kamar mandi.ketika mereka mendekatinya, munculah bau yang sangat menyengat yang bersumber entah dari apa. Laporan resmi mengatakan bahwa mereka menghilang, namun aku tahu bahwa mereka semua telah mati.

Aku tahu bahwa aku sungguh sangat beruntung karena bisa keluar dari sana dalam keadaan hidup. Kupikir satu-satunya alasan kenapa aku masih hidup sampai sekarang adalah karena aku kabur dengan melintasi ribuan mil dan menyeberangi lautan. Walaupun mreka memang tidak pernah mendengarkanku, aku masih merasakan sangat bersalah atas apa yang menimpa para gadis tersebut. Itulah kenapa aku menulis semua ini. aku memang tidak bisa memutar waktu kembali untuk menyelamatkan mereka, namun mungkin aku dapat mencegah semua ini agar tidak menimpa kalian. Jika kalian mendapatkan kesempatan untuk belajar diluar negeri ingatlah satu hal. Apapun yang terjadi, jangan pernah tinggal dilantai tiga dari apartemen kuno berwarna kuning dikomplek sekitar Campo di Fiori. Ada sesuatu yang tinggal disana. Sesuatu yang sangat jahat.

Rabu, 23 April 2014

Cinta 2 Dunia

Cek It Out... 


Waktu itu Ben baru pulang dari acara dinner bersama teman-temannya. Saat pulang melewati jalan Casablanca di bilangan Jakarta Selatan. Malam menunjukan pukul 23.00 WIB. Tiba-tiba ada sesosok wanita cantik yang menyebrang di depan mobil yang sedang dikendarai oleh Ben. Waktu itu Ben benar-benar sedang dalam keadaan mengantuk.
*Tiinnn!!! Tiba-tiba seketika mobil Ben berhenti. “Astagfirullah.. gue nabrak orang! Oh My God” Ben sambil membuka silkbelt dan turun dari mobil.
*Ben mencari orang yang ia tabrak “Dihh.. mana orang yang gue tabrak tadi? Lol~” Ben sambil garuk-garuk kepala dan mencari-cari ke kolong mobil “Beuhh, jangan-jangan gue nabrak hantu lagi? Ewhhh sieunn ahhh!” Ben langsung lari masuk ke mobilnya
Akhirnya Ben melanjutkan perjalanan menuju ke apartment. Sesampainya di Apartment Ben langsung tidur di ranjangnya. Tiba-tiba ada sesosok cewek cantik yang memakai baju casual, celana jeans panjang dan memakai baju atasan kaos pink. Ben sangat terkejut melihat cewek itu tiba-tiba muncul di pojok kamarnya. “Heh! lo siapa? Kok bisa masuk ke kamar gue?” Ben
“Emhh.. (sambil tersenyum malu)” cewek misterius
“Woy! Jawab! padahal kan kamar gue dikunci dari luar, lo masuk lewat mana?” Ben
“Aku masuk lewat dinding.. hehe” cewek misterius sambil tertawa kecil “Jih? Lewat dinding? Sakit lo ya?” Ben “Ihh.. serius tauu..!” cewek misterius
“Ahh.. mustahil banget..! Kecuali kalau emang lo hantu.” Ben yang tidak percaya “Emang aku hantu.. Nih ya kalau nggak percaya.. kamu liat baik-baik..” cewek misterius
Lalu cewek misterius itu menembus dinding dan masuk kembali melalui dinding. Ben yang melihatnya secara nyata langsung merinding ketakutan dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
“Pergi lo dari sini!! Jangan ganggu gue! Lo kunti ya?” Ben
“Enak aja lo cantik-cantik gini masa dibilang kunti !hufftt” cewek misterius
“Ya abis lo anoying sihh!” Ben
“Udah deh nggak usah dibahas! Dengerin gue dulu..” cewek misterius
“Apaan?” Ben “
Tadi kamu ngerasa nabrak orang kan di Casablanca?” cewek misterius
“I..i..i..ya ko lo tau?” Ben panik
“Aku yang kamu tabrak tadi!” cewek misterius “
What lo? tapi kok pas gue cari lo ngga ada?” Ben
“Iya karena percuma aku nggak akan bisa ditabrak.. karena aku ini udah jadi arwah!” cewek misterius
“Haha, bisa banget lo becandanya? Nama lo siapa?” Ben
“Serius!! Nih coba aja kamu pegang tangan aku..? Nama aku Febra” cewek misterius
Saat Ben ingin meraih tangan Febra ternyata tidak bisa.
“Jadi lo ini hantu? Tapi kenapa arwah lo masih gentanyangan?” Ben
“Iya.. maka dari itu, aku butuh bantuan kamu!” Febra
“Bantuan apa?” Ben
“Bantu cari orang yang udah tabrak lari aku. Please.” Febra
“Tapi gimana caranya? Gue kan nggak tau orang yang tabrak lari lo?” Ben
“Tenang.. aku masih inget plat nomer mobil cowok itu..” Febra
“Yang tabrak lari lo cowok? Ngga bertanggung jawab banget tuh cowok! Berapa plat nomer mobilnya?” Ben
“Plat D 1527 EF . Mobilnya kalau ngga salah CR-V.” Febra
“Kaya gue kenal?” Ben
“Oh ya? Ayo anter aku kesana sekarang!” Febra
“Gila lo! Liat tuh jam berapa sekarang? Jam 1 malem! Gue ngantuk mau tidur. Besok aja ya?” Ben
“Hemm.. Yau dah deh..” Febra
Keesokan harinya… Jam menunjukkan pukul 07.00 WIB. Ben lupa kalau hari ini dia ada jadwal kuliah jam 8. Tiba-tiba.. Hp nya berbunyi.. #Lagu Afgan_Jodoh Pasti Bertemu
“Hahh? Hallo? Siapa nih?” Ben
“Ini gue Dygta. Lo nggak kuliah? Sekarang kan kita ada jadwal jam 8?” Dygta
“What? Ya ampun gue lupa.. Arrgghhh!!! (Ben lihat jam) Demi what? Jam 7!! Oh No! Telat nih gue!!” Ben langsung mematikan telfonnya, lalu lompat dari ranjangnya dan lari menuju kamar mandi. Selesai mandi Ben langsung siap-siap untuk kuliah. Tiba-tiba.. Febra muncul .. “Astagfirullah! (Ben kaget) Lo udah kaya hantu aja muncul tiba-tiba.” Ben
“Yaelah.. kan emang aku hantu Ben.. hufftt. Mau kemana? Aku ikut yah?” Febra
“Aduhh.. gue udah telat nih..!! Tau dari mana lo nama gue Ben? Lo disini aja deh nggak usah ikut!!” Ben
“Tau dari KTP kamu!! Pokonya aku pengen ikut!!” Febra
“Ya udah deh terserah lo!” Ben
So.. Febra ikut Ben ke kampus. Dan saat Ben sampai di kampus.
“Eh Ben lo kemana aja?” Dygta “Sorry bro gue tadi telat bangun, gara-gara tuh cewek!” Ben
sambil menunjuk ke arah Febra
“Hah? cewek? cewek yang mana Ben?” Dygta
“Itu.. masa lo nggak bisa liat sih?” Ben
“Mana yang lagi baca buku itu?” Dygta
“Bukan!! Ini yang di sebelah gue!!” Ben
Lalu Febra memberitahu kalau yang dapat melihatnya Cuma Ben aja.
“Ben..!! Yang bisa ngeliat aku cuma kamu. Dia temen kamu itu, nggak bisa ngeliat aku. Kecuali kalau dia lewat Casablanca sambil makan bunga mawar. haha” Febra
“Idih ada-ada aja lo, masa makan bunga mawar dulu baru bisa liat lo? Apa hubungannya?” Ben
“Yahh, payah.. hubungannya itu gini Ben, semua orang yang udah jadi arwah itu, apalagi kaya aku yang masih gentayangan, orang bisa ngeliat ada syaratnya, ya syaratnya apapun yang disukai sama orang itu. Kaya aku, aku kan suka bunga mawar.” Febra
“Tapi, kok gue nggak makan bunga mawar bisa ngeliat lo ya? Aneh nggak?” Ben
“Hemm.. Iya juga ya? Maybe yes maybe no, kamu punya indra ke 6 kali, makanya bisa liat aku?” Febra
*Lalu Dygta mengagetkan Ben
“Eh Ben (Dygta sambil menepuk pudak Ben) lo ngomong sama siapa?” Dygta
“Hah? Emh, itu gue lagi latihan akting, kan gue besok mau syuting.. hehe” Ben
“Alah ada-ada lo! Syuting apa emang?” Dygta
“Syuting apa ya? Emh, syuting cikumama cikupapa, haha” Ben
“Idih nggak jelas!!” Dygta
*Ben nyengir kuda

Setelah itu.. mereka langsung menghentikan pembicaraan dan masuk ke kelas. Dan sesudah selesai jam kuliah pkl 12.00 WIB. Ben dan Dygta bergegas untuk makan siang di Mall Ambasador. Ben kaget banget saat melihat plat nomer mobil Dygta. Ternyata sama dengan plat nomer mobil orang yang tabrak lari dia waktu itu.
“Plat nomer mobil Dygta kok sama ya, sama yang dikasih tau Febra kemarin?” Gumam Ben
“Tapi masa iya, dia yang tabrak lari Febra? Nggak mungkin ahh, tapi bisa jadi mungkin juga sih? Ya.. ya.. bisa jadi.. bisa jadi.. Alah kenapa jadi korban eat bulaga euy!!” Gumam Ben lagi.
Siang harinya Ben memberitahu Febra bahwa yang menabrak larinya adalah temannya sendiri.
“Feb, ternyata yang tabrak lari lo itu temen gue si Dygta itu..?” Ben
“Oh ya? Cowok seganteng itu ternyata yang tabrak lari aku? Teganya..” Febra
“Idihh!! Nggak usah dramatis gitu kali!!” Ben
Keesokan harinya.. Ben sangat kaget, ternyata Febra dapat menyentuhnya.
“Ben.. bangun Ben..!!” Febra
“Yaelah ini kan weekend Feb, masa harus bangun pagi sih?” Ben
“Aku pengen jalan-jalan, anter aku yuk?” Febra
“Emang lo bisa kena matahari?” Ben
“Kamu kira aku vampir nggak bisa kena matahari, kamu nggak liat nih aku bisa megang tangan kamu? Ngga nembus lagi?” Febra
“Oh iya, gue lupa, berarti lo bisa dilihat orang dong?” Ben
“Iya untuk sekarang bisa, waktu aku masih lumayan panjang kok.” Febra
“Tapi? Lo kan udah meninggal?” Ben
“Yes I know. Nggak usah dibahas juga kali Ben!” Febra
“Idih, hebat hantu bisa Bahasa Inggris (en sambil tepuk tangan) Terus?” Ben
“Terus-terus udah kaya tukang parkir aja ihh. Anter aku beli baju. Bosen kan pake baju ini terus!!” Febra
sambil nyubit perut Ben
“Aww..!! Sakit tau Feb!” Ben
“Mau nggak anter aku?” Febra
“Iya mau, bawel ya!” Ben
Febra hanya tersenyum Akhirnya Ben mau mengantar Febra ke Mall untuk berbelanja baju.
Sesampainya di Mall.
“Ben liat deh baju yang itu? Bagus ya?” Febra langsung menarik tangan Ben
“Yaa ampun Feb, sabar dong!!” Ben “Ihh cepetan, ntar keburu diambil orang!” Febra
Saat Febra ingin mengambil baju yang dia inginkan ternayata berebut sama 1 orang cewek berambut panjang, yang ternyata dia adalah mantan pacarnya Ben.
“Eh.. baju ini gue duluan yang ngambil!” Mantan pacar Ben
“Gue (sambil main tarik-tarikan baju)!!” Febra
“Tapi gue yang megang duluan!” Mantan pacar Ben
“Gue yang liat duluan tadi. Jadi ini milik gue!!” Febra Ben langsung menghentikan pertengkaran mereka
“Aduhh!! Jangan berantem dong. Pusing gue ngedengernya.” Ben sambil menengahi mereka yang sedang bertengkar.
“Lho? Ben? Ini beneran kamu? Ya ampun aku kangen banget sama kamu!!” Cheryl sambil memegang wajah Ben
“Yaelah, mimpi apa gue ketemu sama nih cewek!! Huh!” Ben “Siapa dia Ben?” Febra
“Dia? Ngga tau siapa ya?”Ben
“Masa kamu nggak inget aku sih Ben?” Cheryl
“Oh iya inget gue?” Ben
“Siapa coba?” Cheryl
“cewek yang pernah mutusin gue karena milih cowok yang lebih tajir kan? Tepatnya sih cewek matre! Mana cowok lo yang lo bangga-banggain?” Ben
“Oh jadi cewek ini mantan pacar kamu Ben?” Febra
“Iya Feb. Begitulah.” Ben
"Cowok gue ya? Emh.. dia udah ninggalin gue karena cewek yang lebih cantik dan lebih modis dari gue.” Cheryl
“Haha.. rasain lo. Makan tuh cowok! Udah ya, gue mau pergi dulu sama cewek gue! Bye!” Ben “Ta..ta..pi Ben?” Cheryl dengan wajah cemberut
“Terus bajunya Ben?” Febra
“Udah ntar kita beli yang lebih bagus di tempat lain, kasih aja tuh ke cewek yang lebih membutuhkan untuk memikat cowok tajir, haha” Ben
sambil melempar baju itu ke arah Cheryl. “Tapi ben? Kamu nggak boleh gitu.” Febra “Udahlah kamu jangan belain dia!” Ben “Maafin Ben ya. Jangan dimasukin ke hati.” Febra Ben dan Febra langsung meninggalkan Cheryl.
“Tunggu Ben!!” Febra “Ada apaan Feb?” Ben
“Seharusnya tadi kamu nggak sekasar itu sama dia, bagaimanapun juga dia kan pernah jadi bagian dari hidup kamu?” Febra
“Yaudahlah ya, ngga perlu dibahas.” Ben
“1 lagi Ben?” Febra
“Apaan?” Ben
“Aku laper Ben?” Febra
“Gue baru tau, hantu bisa laper juga? Haha” Ben
“Kamu nggak tau sesuatu ya?” Febra
“Sesuatu apa? Dan tentang apa?” Ben
“Tentang kamu.. hahaha” Febra ngelawak
“Yee ya udah kalau nggak serius, pulang aja deh!” Ben
“Ih..!! Ya udah iya, tapi ngomongnya abis kita makan?” Febra
“Ya udah deh, besok aja ya gue anter lo ke mall lagi buat beli baju. Sekarang kita ke restoran di depan apartemen.” Ben “Iya tenang aja. Gimana kamu bisanya aja.” Febra
Kemudian, mereka berjalan menuju restoran yang di depan Apartemen Ben. Dan mereka masuk ke restoran tersebut, lalu memesan makanan.
“Feb? Coba lanjutin omongan lo yang tadi? Maksudnya sesuatu apa?” Ben
“Tapi kamu jangan ketawa atau kaget ya, mungkin ini emang aneh dan nggak masuk di akal, tapi inilah kenyataanya.” Febra
“Iya cantik.. Eh keceplosan!!” Ben sambil menutup mulut dengan tangannya
“Sebenernya awal ceritanya gini Ben..?” Febra
“Gimana? Panjang nggak? kalau panjang mending ngomongnya di apartemen aja. Takut ada yang denger.” Ben
“Lumayan sih, lebih panjang dari gerbong kereta, huahaha” Febra
“Ya udah kalau gitu. kebetulan makanan gue juga udah mau abis nih. Kita langsung caw ke apartemen aja.” Ben

Sesampainya di apartemen, Febra menceritakan apa yang telah terjadi pada dirinya sambil meneteskan air mata. “Jadi sebenernya gini Ben, aku bisa ketabrak sama temen kamu si Dygta itu, karena aku lagi sedih, cowok aku yang waktu itu mutusin aku karena cewek lain, makanya waktu itu aku kabur ke Casablanca dan saat itu aku mau nyebrang, karena nggak liat ada mobil, akhirnya aku ketabrak dan meninggal di tempat.” Febra sambil berlinang air mata
“Waduh, kok cerita hidup kita bisa sama ya? Terus sekrang cowok lo itu kemana? Tega banget!! Ya udah nggak udah nangis. Masih banyak kok cowok lain yang sayang sama lo termasuk gue.” Ben
sambil menghapus air mata Febra dan memeluknya
“Tadi kamu ngomong apa Ben? Coba diulang sekali lagi, siapa yang sayang sama aku?” Febra
“Emh, ya siapa aja deh pokonya. Udah nggak penting kok. Nah, sekarang kan yang nabrak lo udah ketemu, kenapa sampe sekarang lo masih ada disini?” Ben
“Ada 1 hal lagi Ben yang buat aku belum bisa tenang.” Febra
“Apa?” Ben bingung
“Jadi aku suka sama seorang cowok. kalau dia nggak suka sama aku ya dengan terpaksa aku harus kembali ke alam aku. Tapi kalau misalkan cowok itu juga suka sama aku, aku dikasih waktu selama 2 minggu untuk menikmati menjalin cinta dengan cowok itu, walalupun dia manusia.” Febra
“Ah ada-ada aja lo, nggak masuk akal banget. Emang siapa sih cowok yang lo suka?” Ben penasaran
“Dia yang selama ini ada di dekat aku, yang selalu menemani hari-hari aku.” Febra
“Perasaan yang selalu nemenin hari-hari lo cuma gue deh?” Ben
Febra hanya tersenyum
“Yee.. dia malah senyum. Jawab siapa cowok itu.” Ben “Kamu tuh pura-pura nggak tau atau emang lemot sih?” Febra
“Emh, gini ya, gue mau jujur tentang sesuatu sama lo Feb.” Ben
“Apa Ben?” Febra
“Sebenernya gue itu dulu susah banget move on dari cewek matre yang tadi kita ketemu di mall. Tapi setelah gue ketemu lo, gue bisa dengan mudah move on. Jujur aja, gue sayang sama lo. Ya walaupun gue tau dunia kita berbeda, toh Tuhan kan nggak pernah ngelarang kita untuk jatuh cinta sama siapapun. Ya kan?” Ben

“Iya bener Ben. Aku pun sama seperti kamu Ben, awalnya aku kira nggak bisa move on, tapi setelah ketemu kamu, rasa itu hadir tanpa aku tau. Dan ternyata aku sayang sama kamu.” Febra
“Ya udah, kamu mau nggak jadi pacar aku?” Ben
“Kamu yakin, mau punya pacar hantu?” Febra
“Cantik.. apapun kamu dan siapapun kamu, aku nggak peduli yang jelas aku nggak mau sia-siain cinta yang ada di antara kita saat ini, walaupun dunia kita berbeda. Toh nantinya juga kita akan bersama dalam 1 dunia yang sama.” Ben
sambil tersenyum dan memeluk Febra.
“Makasih ya, kamu udah mau terima aku apa adanya aku. Akupun sama seperti kamu, siapapun kamu dan apapun kamu, aku ngga akan pernah melepaskan kamu, karena aku yakin nggak akan pernah lagi mendapatkan cinta seindah ini bersama kamu.” Febra sambil tersenyum Kemudian, Ben dan Febra jadian.

2 minggu kemudian… Ben bersiasat mengajak Febra ke Casablanca dengan berjalan kaki, karena dekat dengan apartemen Ben. Saat itu jam memang menunjukkan pukul 20.30 WIB. Saat Febra ingin menyebrang jalan, ada mobil dari arah pelakang yang melaju dengan kecepatan tinggi. Alhasil..
*BUGG!! Terdengar keras tubuh Ben yang terhantam oleh mobil tersebut. karena Ben berusaha menyelamatkan Febra. Ben lupa kalau Febra adalah hantu. Akhirnya, saat itu juga Ben meninggal di tempat. Pada saat arwah Ben keluar dari jasadnya Ben mengatakan sesuatu dan mengajak Febra untuk kembali ke alam mereka yang saat ini sudah sama.
“Ben? Kenapa kamu lakuin ini? Kamu lupa kalau aku ini hantu? Aku nggak akan pernah mati dua kali!” Febra
“Aku lupa. karena aku nganggap kamu 1 dunia sama aku yang harus aku jaga.” Ben
“Tapi kamu nggak perlu ngelakuin hal sekonyol ini Ben! Febra
“Mungkin ini memang konyol, tapi aku rela mati demi kamu. Aku pernah bilang kan sama kamu. Suatu saat nanti kita akan bersama dalam 1 dunia yang sama. Sekarang kan dunia kita udah sama. Ayo kita pergi, kembali dan merajut cinta yang bahagia di dunia kita.” Ben sambil merangkul Febra dan menghilang. So, ternyata Ben ngelakuin ini karena dia benar-benar ingin bersama Febra. Memang kelihatannya konyol tapi lihat hikmahnya dan pengorbanannya aja ya.

Happy Reading

Cerpen Karangan: Novia Nurhayati
Novia Nurhayati Jakarta, 19 November 1996 @ovieblast_vie
Cinta 2 Dunia
Bogor, Jawa Barat